Beranda | Artikel
Ziarah Kubur, antara Sunnah dan Bidah
Senin, 6 November 2017

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala

Pertanyaan:

Apa hukum seseorang yang berziarah kubur kemudian membaca surat Al-Fatihah, khususnya di kubur para wali. Hal ini sebagaimana yang mereka katakan di sebagian negeri, “Aku tidak bermaksud berbuat syirik. Akan tetapi, jika aku tidak ziarah ke kubur wali ini, maka dia akan datang kepadaku dalam mimpiku dan berkata kepadaku, ‘Mangapa Engkau tidak menziarahi kuburku?’”

Apa hukum perbuatan semacam ini? Semoga Allah Ta’ala membalas Engkau dengan pahala kebaikan.

Jawaban:

Disunnahkan bagi laki-laki untuk ziarah kubur sebagaimana yang Allah Ta’ala syariatkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة

Berziarah kuburlah, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhira.” (HR. Muslim).

Juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, dari Buraidah bin Al-Khushaib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para sahabatnya ketika berziarah kubur untuk mengucapkan,

السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، نسأل الله لنا ولكم العافية

Semoga keselamatan tercurahkan untukmu, wahai para penghuni kubur, dari (golonagn) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Kami meminta keselamatan kepada Allah untuk kami dan juga untuk kalian.“

Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa sesungguhnya jika beliau ziarah kubur, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، يرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد

Semoga keselamatan tercurahkan atas kalian wahai para penghuni kubur orang-orang yang beriman. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Ya Allah, ampunilah para penghuni kubur Baqi’ (pemakaman penduduk Madinah, pen.)”

Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Qur’an ketika berziarah kubur. Oleh karena itu, membaca surat Al-Fatihah ketika ziarah kubur termasuk bid’ah, demikian pula membaca surat Al-Qur’an yang lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barangsiapa yang membuat-buat suatu perkara di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak.“

Dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata ketika khutbah Jum’at,

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dengan tambahan,

وكل ضلالة في النار

Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”

Menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk berpegang dengan syariat dan waspada terhadap bid’ah dalam berziarah kubur dan yang lainnya. Ziarah kubur yang disyariatkan bagi kubur kaum muslimin semuanya itu sama, baik kubur itu milik mereka yang disebut sebagai wali ataukah bukan. Setiap mukmin laki-laki dan perempuan, semuanya adalah wali Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan (tidak pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa(QS. Yunus [10]: 62-63).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ

Dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa, akan tetapi kebanyakan mereka tidaklah mengetahui(QS. Al-Anfal [8]: 34).

Tidak boleh bagi peziarah kubur dan yang lainnya untuk berdoa (meminta) kepada orang mati, memohon perlindungan (istighatsah) kepadanya, bernadzar kepadanya, menyembelih untuknya di sisi kubur mereka, atau di tempat mana pun untuk mendekatkan diri dengannya dalam rangka meminta syafaat kepada mereka, atau mengaharap kesembuhan, atau membantu mereka dalam melawan musuh-musuhnya, atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Karena semua perkara ini termasuk ibadah, sedangkan ibadah semuanya itu hanya untuk Allah Ta’ala semata.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus(QS. Al-Bayyinah [98]: 5).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah (mentauhidkan) Aku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah(QS. Al-Jin [72]: 18).

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia(QS. Al-Isra’ [17]: 23).

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafur tidak menyukainya(QS. Ghaafir [40]: 14).

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’” (QS. Al-An’am [6]: 162-163).

Ayat-ayat semacam ini banyak sekali.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma,

حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا

Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hal ini mencakup seluruh ibadah, berupa shalat, puasa, ruku’, sujud, haji, doa, menyembelih, nadzar, dan jenis-jenis ibadah lainnya. Sebagaimana ayat-ayat sebelumnya juga mencakup semua jenis ibadah.

Diriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لعن الله من ذبح لغير الله

Allah melaknat orang-orang yang menyembelih kepada selain Allah” (HR. Muslim).

Dalam Shahih Bukhari dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم إنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله

Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana kaum Nasrani berlebih-lebihan terhadap Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.’”

Hadits-hadits tentang perintah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala semata dan larangan berbuat syirik serta sarana-sarana menuju kesyirikan sangat banyak dan telah kita ketahui.

Adapun perempuan, maka tidak ada anjuran ziarah kubur bagi mereka. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لعن زائرات القبور

Allah melaknat para wanita yang berziarah kubur.”

Adapun hikmah hal ini –Wallahu a’lam- karena terkadang muncul fitnah atas mereka dan bagi kaum lelaki ketika mereka ziarah kubur. Pada awal-awal Islam, ziarah kubur dilarang untuk mencegah kesyirikan. Ketika Islam berkembang dan tersebarlah ajaran tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkan untuk semunya (baik laki-laki dan perempuan). Setelah itu, wanita dikhusukan (dikecualikan) sehingga mereka dilarang ziarah kubur dalam rangka mencegah fitnah yang ditimbulkan darinya.

Adapun kubur orang kafir, maka tidak ada larangan untuk berziarah ke sana dalam rangka mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran. Akan tetapi, tidak boleh mendoakan atau memohon ampun untuk mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau meinta ijin kepada Allah Ta’ala untuk memohonkan ampun atas ibundanya, namun tidak Allah Ta’ala ijinkan. Kemudian beliau meminta ijin untuk menziarahi kubur ibundanya, dan Allah Ta’ala ijinkan. Karena ibunda beliau meninggal dunia di masa jahiliyah dan masih berada di atas agama kaumnya ketika itu (agama kesyirikan).

Aku meminta kepada Allah untuk memberikan taufik kepada kaum muslimin, baik laki-laki dan perempuan, agar mereka dapat memahami agamanya dan konsisten di atasnya, baik dalam hal akidah, perkataan dan amal perbuatan. Dan lindungilah mereka dari semua hal yang bertentangan dengan syariat. Sesungguhnya Engkau Maha penolong dan berkuasa atas hal itu. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

***

Selesai diterjemahkan ba’da subuh, Rotterdam NL, 7 Shafar 1439/28 Oktober 2017

Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/fatawa/228

🔍 Rabbana Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul Alim, Belajar Islami, Pandangan Islam Tentang Musyawarah, Hadits Ttg Silaturahmi, Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua Menurut Islam


Artikel asli: https://muslim.or.id/34001-ziarah-kubur-antara-sunnah-dan-bidah.html